Terkait Kasus TPPO Ferienjob, PERMAHI Gorontalo Nilai Penanganan Aparat Belum Maksimal

Terkait Kasus TPPO Ferienjob, PERMAHI Gorontalo Nilai Penanganan Aparat Belum Maksimal

Terkait Kasus TPPO Ferienjob, PERMAHI Gorontalo Nilai Penanganan Aparat Belum Maksimal---Dok. Istimewa

GORONTALO, DISWAY.ID - Isu pergantian Kapolri mendapat dukungan dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Gorontalo.

Dukungan ini bukan sekadar mengikuti arus, melainkan didasari pada penilaian bahwa Kapolri dianggap gagal menuntaskan kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan program magang mahasiswa ke Jerman pada 2024.

Kasus TPPO yang menyamar dalam bentuk program Ferienjob menyeret lebih dari seribu mahasiswa dari 30 perguruan tinggi di Indonesia.

Alih-alih mendapatkan pengalaman belajar lintas budaya, mahasiswa justru dipaksa bekerja kasar di sektor industri maupun pertanian, bahkan sebagian besar harus menanggung utang akibat biaya keberangkatan yang tidak transparan.

Fenomena ini memperlihatkan lemahnya tata kelola pendidikan tinggi serta pengawasan pemerintah terhadap mobilitas mahasiswa ke luar negeri.

BACA JUGA:Tim Resmob Otanaha Polda Gorontalo Gelar Patroli Malam Cegah Gangguan Kamtibmas

Kritik PERMAHI: Kapolri Layak Dipecat Tidak Hormat

Ketua DPC PERMAHI Gorontalo, Sahrul Lakoro, menyampaikan bahwa Kapolri pantas diberhentikan dengan tidak hormat (PTDH).

“Pertama, proses hukum terhadap para tersangka berjalan sangat lambat dan minim keterbukaan. Dari lima tersangka yang diumumkan, dua masih berstatus buron di luar negeri dan belum jelas tindak lanjut red notice-nya. Sementara itu, tiga pejabat perguruan tinggi negeri (dua dari UNJ dan satu dari UNJA) yang sudah ditetapkan tersangka pun tidak jelas progres berkasnya—apakah sudah P-21, masuk ke pengadilan, atau masih tertahan di penyidik. Situasi ini menimbulkan dugaan adanya tarik-menarik kepentingan,” tegas Sahrul.

Ia menambahkan, pola yang terbongkar jelas memenuhi unsur TPPO sesuai UU No. 21 Tahun 2007.

Tindakan perekrutan, pengangkutan, dan penempatan mahasiswa dengan cara penipuan serta penyalahgunaan wewenang demi tujuan eksploitasi, merupakan tindak pidana serius.

Ironisnya, sebagian pelaku justru berasal dari lingkungan akademik yang seharusnya menjaga integritas pendidikan.

BACA JUGA:Polsek Kabila Hadiri Doa Bersama Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H

Perlindungan Korban Masih Terabaikan

Menurut Sahrul, kelemahan berikutnya terletak pada minimnya perhatian terhadap korban.

"Publik lebih sibuk membicarakan kampus yang terlibat, sementara mahasiswa yang kehilangan uang, harus bekerja kasar, bahkan mengalami trauma, belum mendapat jaminan pemulihan. Padahal, UU 21/2007 jelas mengatur bahwa korban TPPO berhak atas restitusi, rehabilitasi, dan perlindungan negara. Namun hingga kini langkah itu belum terlihat,” ujarnya.

Sumber: